Sri Mulyani Ungkap APBN Surplus Rp 4,3 Triliun di April 2025, Ini Pemicunya!

Sri Mulyani Ungkap APBN Surplus Rp 4,3 Triliun di April 2025, Ini Pemicunya!

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan kabar gembira terkait kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Setelah mengalami defisit selama tiga bulan berturut-turut dari Januari hingga Maret, APBN pada April 2025 berbalik mencatatkan surplus sebesar Rp 4,3 triliun, atau setara dengan 0,02% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pengumuman ini disampaikan dalam Konferensi Pers APBN KiTA Edisi Mei 2025 di Jakarta, Jumat (23/5/2025). Surplus ini menjadi indikator positif di tengah tantangan ekonomi global, termasuk potensi disrupsi akibat kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump. Berikut adalah penjelasan lengkap mengenai faktor pemicu surplus dan strategi pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi.

Menurut Sri Mulyani, surplus APBN terjadi karena pendapatan negara tumbuh lebih tinggi dibandingkan belanja negara pada April 2025. Pendapatan negara mencapai Rp 810,5 triliun, atau 27% dari target APBN sebesar Rp 3.005 triliun, terutama didorong oleh akselerasi penerimaan pajak serta kontribusi positif dari bea cukai dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Sementara itu, belanja negara terealisasi sebesar Rp 806,2 triliun, atau 22,3% dari pagu APBN, yang meliputi belanja kementerian/lembaga (K/L), belanja non-K/L, dan transfer ke daerah. Keseimbangan primer juga mencatat surplus fantastis sebesar Rp 173,9 triliun, menunjukkan pendapatan utama melebihi belanja pokok, dengan posisi kas negara surplus Rp 283,6 triliun berkat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dari tahun sebelumnya.

Sebelumnya, APBN mengalami defisit Rp 104,2 triliun hingga Maret 2025, atau 0,43% dari PDB, akibat pendapatan negara yang lebih rendah dibandingkan belanja. Pada Februari 2025, defisit tercatat Rp 31,2 triliun (0,13% PDB) karena penurunan penerimaan pajak sebesar 30,19%, dipengaruhi oleh koreksi harga komoditas ekspor seperti batu bara, minyak, dan nikel. Sri Mulyani menegaskan bahwa defisit ini masih dalam batas aman sesuai desain APBN 2025, yang menargetkan defisit maksimal Rp 616,2 triliun (2,53% PDB). Strategi front-loading pembiayaan, dengan realisasi 40,6% dari target hingga Maret, juga dilakukan untuk mengantisipasi ketidakpastian global, termasuk dampak kebijakan Trump yang diprediksi memicu perang dagang.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa akselerasi penerimaan pajak pada April menjadi kunci utama surplus. Kebijakan pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama menjelang Ramadan dan Idulfitri, turut mendorong aktivitas ekonomi yang meningkatkan penerimaan. Selain itu, APBN terus berfungsi sebagai shock absorber, melindungi stabilitas ekonomi, mendukung dunia usaha, dan menjaga kesejahteraan masyarakat di tengah transisi pemerintahan. Total kas negara yang kini melebihi Rp 600 triliun memberikan bantalan fiskal yang kuat untuk menghadapi tantangan global.

Namun, Sri Mulyani juga mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam narasi publik agar tidak memicu ketakutan yang dapat merusak kepercayaan pasar. Ia menyoroti bahwa dramatisasi berlebihan terhadap penurunan penerimaan awal tahun, seperti yang terjadi pada Februari, dapat berdampak negatif pada perekonomian. Dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil di atas 5%, didukung stimulus fiskal selama Ramadan, APBN 2025 menunjukkan ketahanan di tengah tekanan global. Ke depan, pemerintah berkomitmen untuk terus mengelola APBN secara prudent guna mendukung prioritas nasional, seperti pembangunan infrastruktur dan perlindungan sosial, sambil menjaga defisit dalam batas aman.