Riezky Aprilia Ungkap Tekanan Mundur demi Harun Masiku: Dijanjikan Kursi Komnas HAM

Riezky Aprilia Ungkap Tekanan Mundur demi Harun Masiku: Dijanjikan Kursi Komnas HAM

Jakarta - Mantan anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Riezky Aprilia, mengungkapkan kekecewaan mendalam atas tekanan yang diterimanya untuk mundur dari posisi calon legislatif terpilih pada Pemilu 2019. Tekanan tersebut, menurutnya, bertujuan agar kursi DPR di Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan I dialihkan kepada Harun Masiku, kader PDI-P yang kini menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Rabu (7/5/2025), Riezky menceritakan pengalaman emosionalnya saat diminta mengalah oleh Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, dengan iming-iming jabatan sebagai komisioner Komnas HAM.

Peristiwa ini bermula pada 27 September 2019, ketika Riezky menghadiri kegiatan di kantor DPP PDI-P. Dalam pertemuan tersebut, ia mempertanyakan undangan pelantikannya sebagai anggota DPR terpilih, menggantikan Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia sebelum pemilu. Namun, Hasto justru menyatakan bahwa Riezky hanya akan menerima undangan pelantikan jika bersedia mengundurkan diri. "Saya mempertanyakan alasannya apa? Saya juga kader partai, saya bekerja untuk PDI Perjuangan," ungkap Riezky dengan nada penuh emosi di persidangan, bahkan hingga menangis.

Riezky menegaskan bahwa ia menolak tekanan tersebut. Ia bahkan menyatakan hanya akan mundur jika perintah itu datang langsung dari Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri. Tanggapan Hasto yang menggebrak meja sambil menegaskan statusnya sebagai Sekjen partai memicu reaksi keras dari Riezky. "Saya tahu Anda Sekjen partai, tapi Anda bukan Tuhan," kata Riezky, mengenang momen konfrontasi yang hingga kini membekas di memorinya. Perdebatan itu akhirnya dilerai oleh Ketua DPP Bidang Kehormatan PDI-P, Komarudin Watubun, dan Riezky memilih meninggalkan ruangan.

Sebelum pertemuan dengan Hasto, Riezky juga mengungkapkan bahwa ia didatangi oleh kader PDI-P lainnya, Saeful Bahri, di Singapura pada 25 September 2019. Dalam pertemuan di Shangri-La Orchard Hotel, Saeful menyampaikan pesan bahwa Riezky akan didorong menjadi komisioner Komnas HAM jika bersedia mundur demi Harun Masiku. Selain itu, pengacara PDI-P, Donny Tri Istiqomah, juga disebut menawarkan posisi komisaris perusahaan, meskipun Riezky tidak yakin apakah tawaran itu serius atau hanya candaan. "Saya merasa pusing, seperti mendengar dongeng," ujar Riezky, menyinggung bujuk rayu yang ia anggap tidak masuk akal.

Kasus ini menjadi bagian dari dakwaan KPK terhadap Hasto Kristiyanto, yang diduga terlibat dalam suap dan perintangan penyidikan terkait upaya memasukkan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW). Berdasarkan hasil Pemilu 2019, Riezky meraih suara terbanyak kedua di Dapil Sumsel I dengan 44.402 suara, sehingga berhak menggantikan Nazaruddin Kiemas. Sementara itu, Harun Masiku hanya memperoleh 5.878 suara, berada di urutan keenam. Meski demikian, PDI-P diduga berupaya mengalihkan kursi tersebut kepada Harun melalui berbagai cara, termasuk tekanan terhadap Riezky dan dugaan suap kepada mantan komisioner KPU, Wahyu Setiawan, senilai Rp600 juta.

Riezky juga menyampaikan keheranannya atas keputusan partai yang memilih Harun Masiku, yang diketahui pernah menjadi kader Partai Demokrat. "Saya googling, Harun Masiku itu caleg Demokrat dulu. Kenapa tidak penugasan ke saya yang benar-benar kader PDI-P?" ujarnya. Penolakan Riezky untuk mundur membuatnya akhirnya dilantik sebagai anggota DPR periode 2019-2024, sementara Harun Masiku menjadi buronan KPK sejak operasi tangkap tangan pada Januari 2020.

Sidang ini turut mengungkap dinamika internal PDI-P dan dugaan praktik politik yang tidak sehat. Jaksa KPK memutar rekaman percakapan antara Riezky dan Saeful Bahri, yang memperkuat keterangan bahwa tekanan untuk mundur memang ada. Namun, tim hukum Hasto memprotes rekaman tersebut, mempertanyakan keabsahannya. KPK juga mendakwa Hasto atas perintangan penyidikan, termasuk memerintahkan Harun Masiku dan ajudannya, Kusnadi, untuk merendam ponsel mereka agar tidak terlacak penyidik.

Kisah Riezky Aprilia mencerminkan perjuangan seorang kader partai yang berusaha mempertahankan haknya di tengah tekanan politik. Meski berhasil mempertahankan kursi DPR, pengalaman ini meninggalkan luka emosional yang mendalam baginya. Kasus ini juga menjadi sorotan publik sebagai cerminan kompleksitas politik dalam pengambilan keputusan partai dan potensi pelanggaran hukum yang menyertainya.