Nilai tukar rupiah menunjukkan penguatan yang cukup signifikan pada pekan ketiga Mei 2025. Hingga penutupan perdagangan Jumat (16/5), rupiah spot menguat 0,45% ke level Rp 16.445 per dolar AS, sementara rupiah Jisdor Bank Indonesia naik 0,65% menjadi Rp 16.424 per dolar AS. Penguatan ini didorong oleh sejumlah sentimen positif, baik dari sisi global maupun domestik, yang menciptakan suasana optimisme di pasar keuangan. Apa saja faktor utama di balik kinerja rupiah pekan ini? Berikut empat faktor pendorong yang perlu Anda ketahui.
Kesepakatan tarif antara Amerika Serikat dan Cina yang diumumkan pada 12 Mei 2025 menjadi pendorong utama penguatan rupiah. Penurunan tarif impor AS untuk barang Cina dari 145% menjadi 30% dan tarif Cina untuk produk AS dari 125% menjadi 10% meredakan ketegangan perang dagang. Hal ini meningkatkan sentimen risk-on di pasar global, mendorong penguatan mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Prospek pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) kembali menguat setelah data ekonomi AS menunjukkan klaim pengangguran dan aktivitas manufaktur yang lebih lemah dari perkiraan. Pelemahan dolar AS akibat sentimen ini memberikan ruang bagi rupiah untuk menguat. Analis memprediksi The Fed mungkin mempertimbangkan penurunan suku bunga pada kuartal ketiga 2025, mendukung penguatan mata uang emerging markets.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat kenaikan 2,60% dalam sepekan, ditutup pada level 6.678,92 pada Jumat (16/5). Penguatan ini didukung oleh aliran modal asing yang mulai kembali ke pasar saham Indonesia, dengan net buy tercatat lebih tinggi dibandingkan pekan sebelumnya. Stabilitas pasar modal domestik ini turut mengerek kepercayaan investor terhadap rupiah.
Jelang Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) pada 21 Mei 2025, pasar menunjukkan optimisme terhadap kebijakan moneter yang akomodatif. BI diperkirakan mempertahankan suku bunga acuan di level 6%, memberikan sinyal stabilitas ekonomi domestik. Langkah BI untuk menjaga likuiditas dan intervensi di pasar valas juga membantu menahan volatilitas rupiah.
Penguatan rupiah pekan ini mencerminkan kombinasi faktor eksternal dan domestik yang saling mendukung. Namun, pelaku pasar tetap waspada karena kesepakatan tarif AS-Cina hanya berlaku 90 hari, dan hasil rapat BI dapat memengaruhi pergerakan rupiah ke depan. Ekonom seperti Lukman Leong dari Doo Financial Futures menilai bahwa penguatan rupiah masih akan dipengaruhi oleh dinamika dolar AS dan sentimen global. Bagi investor, ini adalah momen untuk memantau peluang di pasar saham dan valas sambil menimbang risiko eksternal. Akankah rupiah melanjutkan tren positifnya di pekan mendatang?