Program pengiriman anak-anak bermasalah ke barak militer yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menuai kontroversi dan kritik tajam dari berbagai kalangan. Kebijakan ini dianggap melanggar hak-hak anak dan bertentangan dengan prinsip-prinsip perlindungan anak yang diatur dalam undang-undang.
Aliansi Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak (Aliansi PKTA) mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan program tersebut. Mereka menilai bahwa pendekatan militeristik terhadap anak-anak yang mengalami masalah perilaku bukanlah solusi yang tepat dan dapat menimbulkan dampak psikologis negatif jangka panjang. Menurut Aliansi PKTA, program ini berpotensi mengabaikan kebutuhan rehabilitasi yang lebih humanis dan edukatif bagi anak-anak tersebut.
Sebelumnya, Dedi Mulyadi mengeluarkan surat edaran yang berisi sembilan poin kebijakan baru di bidang pendidikan, salah satunya adalah pengiriman anak-anak yang dianggap nakal ke barak militer untuk mendapatkan pendidikan karakter ala militer. Program ini telah diterapkan di beberapa daerah seperti Purwakarta dan Bandung, dengan melibatkan TNI-Polri dalam pelaksanaannya.
Namun, kebijakan ini mendapat penolakan dari berbagai pihak, termasuk Komnas HAM yang menyarankan agar Dedi Mulyadi meninjau ulang keputusannya. Mereka menekankan pentingnya pendekatan yang lebih edukatif dan sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam menangani anak-anak bermasalah.
Di sisi lain, TNI AD menyatakan dukungannya terhadap program tersebut, dengan syarat adanya persetujuan dari orang tua dan pendampingan yang tepat selama proses pembinaan. Mereka berpendapat bahwa pendekatan militer dapat membantu membentuk disiplin dan karakter positif pada anak-anak.
Kontroversi ini menimbulkan perdebatan di masyarakat mengenai metode terbaik dalam menangani anak-anak yang mengalami masalah perilaku. Banyak pihak yang mengusulkan pendekatan alternatif yang lebih berfokus pada pendidikan, konseling, dan rehabilitasi sosial, daripada pendekatan militeristik yang dianggap terlalu keras dan tidak sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak.
Desakan kepada Presiden Prabowo untuk menghentikan program ini mencerminkan kekhawatiran publik terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada kepentingan terbaik anak. Diharapkan pemerintah dapat mengevaluasi kembali program tersebut dan mencari solusi yang lebih humanis dan efektif dalam menangani permasalahan anak-anak bermasalah di Indonesia.