Tragis! Joki UTBK Teknik Elektro Berujung Drop Out dan Penyesalan Mendalam

Tragis! Joki UTBK Teknik Elektro Berujung Drop Out dan Penyesalan Mendalam

Fenomena penggunaan jasa joki dalam Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) kembali mencuat, kali ini dengan kisah tragis seorang mahasiswa yang terpaksa drop out (DO) dari jurusan Teknik Elektro setelah sebelumnya berhasil masuk melalui bantuan joki. Kisah ini menjadi peringatan keras bagi calon mahasiswa agar tidak tergiur dengan jalan pintas yang berisiko tinggi.

Seorang siswa SMA di Surabaya, tergiur dengan tawaran jasa joki UTBK-SNBT, membayar Rp10 juta untuk memastikan dirinya lolos ke jurusan Teknik Elektro di sebuah perguruan tinggi negeri ternama. Namun, kenyataan pahit menantinya di bangku kuliah. Kesulitan dalam mengikuti perkuliahan, terutama pada mata kuliah praktikum yang tidak bisa diwakilkan oleh joki, membuatnya tertekan dan akhirnya memutuskan untuk DO sebelum menyelesaikan setengah dari masa studinya.

Setelah keluar dari kampus, kehidupannya tidak membaik. Ia mengalami masa-masa sulit, bekerja serabutan sebagai kurir hingga akhirnya menganggur. Dalam sebuah pertemuan dengan teman lamanya, ia mengungkapkan penyesalannya dengan mengatakan bahwa dirinya kini merasa seperti "sampah keluarga" karena mengecewakan orang tuanya yang telah mengorbankan banyak hal demi pendidikannya.

Kasus ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, pada Mei-Juni 2022, Polrestabes Surabaya berhasil membongkar sindikat joki UTBK-SNBT yang telah meloloskan 110 peserta dengan tarif antara Rp100 juta hingga Rp400 juta, tergantung pada jurusan dan kampus tujuan. Sindikat ini meraup keuntungan hingga Rp8,5 miliar dan melibatkan pelaku dari berbagai daerah di Indonesia.

Selain itu, pada UTBK 2025, panitia Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) mengungkap adanya 50 peserta dan 10 joki yang terlibat dalam kecurangan di 13 pusat UTBK. Salah satu kasus menonjol adalah keterlibatan mahasiswa aktif dan alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menjadi joki menggunakan teknologi pengeditan wajah berbasis AI untuk menyamarkan identitas mereka pada kartu peserta ujian.

Praktik perjokian ini tidak hanya merugikan individu yang terlibat, tetapi juga mencederai integritas sistem pendidikan nasional. Dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik FISIPOL-UGM, Dede Puji Setiono, menyatakan bahwa fenomena ini mencerminkan kegagalan sistem evaluasi yang terlalu kaku dan berorientasi pada hafalan, tanpa menguji kemampuan berpikir kritis peserta didik.

Pelajaran yang dapat diambil dari kisah ini adalah bahwa keberhasilan yang diperoleh melalui cara-cara curang tidak akan bertahan lama. Jalan pintas seperti menggunakan jasa joki mungkin tampak menggoda, tetapi konsekuensinya bisa sangat merugikan, baik secara akademik maupun pribadi. Oleh karena itu, penting bagi calon mahasiswa untuk mempersiapkan diri dengan baik dan mengikuti proses seleksi secara jujur dan bertanggung jawab.