Menteri Pertahanan sekaligus Presiden terpilih Prabowo Subianto menyatakan dukungannya terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Namun, Indonesia Corruption Watch (ICW) memberikan peringatan keras agar komitmen pemberantasan korupsi tidak hanya sebatas retorika politik semata.
"Kami mendukung upaya pemberantasan korupsi melalui perampasan aset, tetapi ini bukan masa lalu di mana hukum bisa dimanipulasi untuk kepentingan politik," tegas peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan pers yang diterima media, Sabtu (4/5/2025).
RUU Perampasan Aset yang sedang dibahas DPR ini memungkinkan negara merampas aset hasil tindak pidana tanpa perlu menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Kebijakan ini dianggap sebagai terobosan dalam pemberantasan korupsi, tetapi juga menuai kritik dari berbagai kalangan.
Dalam pidatonya di acara diskusi kebijakan antikorupsi, Prabowo menegaskan bahwa RUU ini merupakan langkah progresif. "Dengan mekanisme perampasan aset, kita bisa mencegah koruptor mengemplang uang negara atau melarikan diri ke luar negeri sambil menunggu proses banding yang berlarut-larut," ujarnya.
Mantan Danjen Kopassus ini menambahkan, pengalaman selama ini menunjukkan banyak tersangka korupsi yang tetap hidup mewah dengan aset hasil korupsi meskipun sedang dalam proses hukum. "Ini tidak adil bagi rakyat Indonesia," tegas Prabowo.
Di sisi lain, ICW mengingatkan pentingnya mekanisme pengawasan yang ketat dalam implementasi RUU ini. Mereka mencatat setidaknya ada tiga poin kritis yang perlu diperhatikan:
"Sejarah menunjukkan bahwa alat hukum bisa menjadi senjata politik jika tidak ada checks and balances yang memadai," papar Ramadhana.
Para ahli hukum konstitusi menyoroti beberapa aspek penting dari RUU ini:
Guru Besar Hukum Universitas Indonesia, Prof. Hikmahanto Juwana, mengingatkan, "Kita perlu belajar dari pengalaman negara lain seperti Italia dan Singapura yang sudah menerapkan kebijakan serupa. Kuncinya ada di lembaga pengawas yang independen."
Berbagai lembaga swadaya masyarakat memberikan tanggapan beragam:
Organisasi | Pendirian |
---|---|
Transparency International Indonesia | Mendukung dengan catatan |
YLBHI | Menolak karena dianggap inkonstitusional |
Mafia Watch | Mendukung penuh |
Di media sosial, tagar #AwasiRUUPerampasanAset menjadi trending topic dengan lebih dari 50.000 cuitan dalam 24 jam terakhir. Survei cepat oleh lembaga polling Indobarometer menunjukkan 62% publik mendukung RUU ini asalkan ada jaminan tidak akan disalahgunakan.
RUU Perampasan Aset saat ini berada pada tahap:
Menurut jadwal yang dirilis Badan Legislasi DPR, RUU ini ditargetkan rampung sebelum akhir tahun 2025. Namun, beberapa fraksi menyatakan perlu waktu lebih lama untuk mematangkan konsep.
Pemerintah melalui Menkumham Yasonna Laoly menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan RUU ini dengan memperhatikan semua masukan dari berbagai pihak. "Kami ingin produk hukum yang kuat tetapi tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia," ujarnya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR.
Perdebatan tentang RUU Perampasan Aset ini diperkirakan akan terus menghangat seiring dengan proses legislasi yang berjalan. Baik pendukung maupun penentang sama-sama mengklaim memiliki argumentasi konstitusional yang kuat. Masyarakat diharapkan terus mengawasi proses ini agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang di kemudian hari.