Google Veo 3, diperkenalkan pada ajang Google I/O 2025, adalah model kecerdasan buatan (AI) terbaru untuk pembuatan video yang mampu menghasilkan video sinematik berkualitas tinggi dari teks atau gambar, lengkap dengan audio asli seperti dialog, efek suara, dan musik latar. Terintegrasi dengan alat pembuatan film AI Google bernama Flow, Veo 3 menawarkan kemampuan canggih untuk kreator konten, namun saat ini hanya tersedia di Amerika Serikat melalui langganan premium. Artikel ini mengulas fitur, keunggulan, tantangan etika, dan potensi Veo 3, berdasarkan laporan Liputan6.com per 22 Mei 2025 dan sumber pendukung lainnya.
Google Veo 3 adalah model AI generatif video yang dikembangkan oleh Google DeepMind, dirancang untuk mengubah perintah teks atau gambar menjadi video realistis dengan kualitas mendekati produksi film profesional. Diluncurkan pada 20 Mei 2025 di Google I/O, Veo 3 meningkatkan kemampuan pendahulunya, Veo 2, dengan menambahkan generasi audio asli, termasuk dialog dengan sinkronisasi bibir akurat, efek suara, dan musik latar. Menurut Eli Collins, Wakil Presiden Produk Google DeepMind, Veo 3 mampu memahami instruksi kompleks dan menerjemahkannya ke dalam video dengan pemahaman fisika dunia nyata, seperti gerakan kamera dan pencahayaan alami.
Veo 3 menawarkan sejumlah fitur unggulan yang menjadikannya alat revolusioner:
Salah satu demo viral menunjukkan Veo 3 merekonstruksi video “Will Smith makan spaghetti” dengan visual sinematik dan ekspresi wajah realistis, jauh lebih baik dibandingkan eksperimen AI sebelumnya seperti Sora dari OpenAI.
Saat ini, Veo 3 hanya tersedia di Amerika Serikat melalui langganan Google AI Ultra seharga USD 249,99 per bulan (sekitar Rp4 juta) atau Google AI Pro dengan akses terbatas. Pengguna dapat mengaksesnya via:
Google berencana memperluas akses global dalam beberapa bulan mendatang, namun belum ada tanggal pasti untuk Indonesia. Posts on X, seperti dari @GoogleDeepMind dan @sundarpichai, menunjukkan antusiasme terhadap peluncuran ini, dengan CEO Tesla Elon Musk memuji Veo 3 sebagai “luar biasa.”
Veo 3 membuka peluang besar di berbagai sektor:
Menurut tugumalang.id, Veo 3 menetapkan standar baru dalam AI video generation, dengan potensi mengubah industri hiburan, pemasaran, dan jurnalisme. Namun, kecepatan produksi juga memicu fenomena “AI slop”—konten absurd atau berkualitas rendah yang viral di media sosial, seperti meme aneh di TikTok.
Kemampuan Veo 3 menghasilkan video realistis menimbulkan sejumlah risiko:
Google mengatasi risiko ini dengan teknologi SynthID, yang menambahkan watermark tak terlihat untuk mengidentifikasi konten AI, dan sistem keamanan internal untuk mendeteksi konten sensitif. Namun, tantangan regulasi dan tanggung jawab konten tetap kompleks, sebagaimana diungkapkan oleh laporan The Verge tentang potensi penyalahgunaan.
Di Indonesia, Veo 3 dapat mempercepat pertumbuhan industri kreatif, terutama untuk UMKM dan kreator konten yang bergantung pada media sosial. Dengan hanya mengetik prompt, pelaku usaha kecil dapat membuat iklan profesional, sementara sineas muda bisa bereksperimen tanpa anggaran besar. Namun, minimnya literasi digital meningkatkan risiko penyebaran deepfake, menuntut edukasi publik dan regulasi ketat. Pemerintah juga perlu memperbarui kebijakan hak cipta untuk mengantisipasi teknologi ini.
Google Veo 3, dengan integrasi Flow dan kemampuan audio-visual canggih, merevolusi pembuatan konten digital. Meski menawarkan peluang besar, risiko etika seperti deepfake dan bias AI menuntut penggunaan yang bertanggung jawab. Dengan ekspansi global yang direncanakan, Veo 3 berpotensi mengubah cara kita bercerita, dari ide sederhana hingga karya sinematik. Informasi ini dirangkum berdasarkan Liputan6.com, tugumalang.id, The Verge, dan sentimen di media sosial per Mei 2025.