Jakarta - Banyak orang percaya bahwa kebiasaan langsung tidur setelah makan dapat memicu diabetes. Anggapan ini sering kali menjadi peringatan di kalangan masyarakat, terutama karena diabetes merupakan salah satu penyakit kronis yang prevalensinya terus meningkat di Indonesia. Namun, apakah anggapan tersebut benar-benar berdasar secara medis, atau hanya mitos yang berkembang di masyarakat? Dokter dan pakar kesehatan memberikan penjelasan ilmiah untuk menjawab pertanyaan ini, sekaligus menyoroti dampak kebiasaan tersebut terhadap kesehatan secara keseluruhan.
Diabetes melitus, yang ditandai dengan kadar gula darah tinggi akibat gangguan produksi atau fungsi insulin, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola makan, gaya hidup, dan genetika. Salah satu mitos yang sering beredar adalah bahwa tidur segera setelah makan dapat menyebabkan lonjakan gula darah yang signifikan, sehingga meningkatkan risiko diabetes. Menurut dr. Sheila Amabel, dokter umum yang menulis untuk DokterSehat.com, tidur setelah makan dalam porsi besar memang dapat memengaruhi metabolisme tubuh. Ketika seseorang langsung tidur setelah makan, tubuh kehilangan kesempatan untuk membakar kalori menjadi energi, yang dapat menyebabkan penumpukan lemak dan resistensi insulin, faktor risiko diabetes.
Namun, penelitian dari Graduate School of Health Sciences, Okayama University, Jepang, memberikan perspektif berbeda. Studi yang melibatkan 1,573 orang dewasa paruh baya dan lansia antara 2012-2014 menunjukkan bahwa makan dua jam sebelum tidur tidak secara langsung menyebabkan kenaikan kadar HbA1c, indikator kontrol gula darah jangka panjang. Peneliti menegaskan bahwa faktor lain, seperti porsi makan, jenis makanan, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, dan durasi tidur, memiliki pengaruh lebih besar terhadap risiko diabetes. Dengan kata lain, tidur setelah makan tidak secara otomatis menyebabkan diabetes, tetapi konteksnya perlu diperhatikan.
dr. Eko Budidharmaja, pakar kesehatan, juga menegaskan bahwa mitos tidur setelah makan langsung menyebabkan diabetes tidak sepenuhnya benar. Meski demikian, ia menyarankan untuk memberikan jeda sekitar dua hingga tiga jam antara waktu makan terakhir dan tidur. Hal ini memungkinkan tubuh untuk mencerna makanan dengan baik dan mencegah masalah lain, seperti naiknya asam lambung atau gangguan pencernaan seperti dispepsia. Kebiasaan tidur segera setelah makan juga dapat memicu penumpukan lemak, terutama di area perut, yang terkait dengan resistensi insulin dan risiko diabetes jangka panjang.
Lalu, bagaimana cara mengelola kebiasaan makan malam agar tidak berdampak buruk pada kesehatan? Pakar kesehatan merekomendasikan untuk menghindari makanan tinggi karbohidrat sederhana atau gula, seperti nasi putih, makanan manis, atau camilan berkalori tinggi, terutama menjelang waktu tidur. Sebagai gantinya, pilih makanan rendah kalori dan tinggi serat, seperti sayuran hijau, kacang-kacangan, atau yogurt rendah lemak. Contoh camilan sehat sebelum tidur meliputi segenggam kacang almond, sebutir telur rebus, atau wortel mini dengan sedikit hummus. Makanan ini tidak hanya membantu menjaga kadar gula darah tetap stabil, tetapi juga mendukung kualitas tidur yang lebih baik.
Selain itu, penting untuk memperhatikan porsi makan malam. Makan dalam porsi besar sebelum tidur dapat membebani sistem pencernaan dan meningkatkan risiko gangguan metabolisme. Aktivitas fisik ringan setelah makan, seperti berjalan kaki selama 10-15 menit, juga dapat membantu tubuh memproses glukosa lebih efisien dan mencegah penumpukan kalori. Bagi penderita diabetes atau mereka yang memiliki risiko tinggi, konsultasi dengan dokter untuk menentukan pola makan yang sesuai sangat dianjurkan.
Kebiasaan tidur setelah makan juga dikaitkan dengan masalah kesehatan lain, seperti penyakit asam lambung (GERD) dan peningkatan risiko stroke. Sebuah studi dari University of Ioannina Medical School, Yunani, menemukan bahwa orang yang tidur segera setelah makan memiliki risiko stroke lebih tinggi dibandingkan mereka yang memberikan jeda waktu. Hal ini diduga terkait dengan naiknya asam lambung yang dapat memicu sleep apnea, kondisi yang berkontribusi pada gangguan kardiovaskular. Oleh karena itu, menjaga jeda waktu antara makan dan tidur bukan hanya soal mencegah diabetes, tetapi juga menjaga kesehatan secara menyeluruh.
Jadi, apakah tidur setelah makan menyebabkan diabetes? Secara langsung, ini adalah mitos, karena tidak ada bukti ilmiah yang secara pasti menghubungkan kebiasaan tersebut dengan diabetes. Namun, kebiasaan ini dapat menjadi faktor risiko jika dilakukan terus-menerus, terutama dengan pola makan yang tidak sehat dan kurangnya aktivitas fisik. Dengan mengadopsi gaya hidup sehat, seperti makan dengan porsi seimbang, memilih makanan bergizi, dan memberikan jeda sebelum tidur, Anda dapat meminimalkan risiko diabetes dan menjaga kesehatan jangka panjang.