Bocoran BKN: Jadwal Pengisian DRH untuk Honorer yang Diangkat Jadi PPPK Paruh Waktu 2025

Bocoran BKN: Jadwal Pengisian DRH untuk Honorer yang Diangkat Jadi PPPK Paruh Waktu 2025

Pengangkatan tenaga honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu menjadi sorotan utama di kalangan non-ASN, terutama setelah Badan Kepegawaian Negara (BKN) memberikan bocoran terkait jadwal pengisian Daftar Riwayat Hidup (DRH) untuk keperluan penetapan Nomor Induk Pegawai (NIP). Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memberikan kepastian status bagi jutaan tenaga honorer yang terdaftar dalam database BKN, sekaligus mengakomodasi mereka yang belum terserap dalam formasi PPPK penuh waktu. Meski jadwal pasti belum diumumkan secara resmi, informasi terbaru menunjukkan langkah signifikan menuju penyelesaian masalah honorer di tahun 2025.

Berdasarkan informasi yang beredar, pengisian DRH untuk PPPK paruh waktu diperkirakan akan dimulai antara Juli hingga Agustus 2025, setelah proses pengangkatan PPPK penuh waktu selesai. Saat ini, pemerintah masih memprioritaskan penyelesaian Nomor Induk Pegawai (NIP) untuk Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), PPPK Tahap 1, dan seleksi kompetensi PPPK Tahap 2 yang masih berlangsung. Hal ini sejalan dengan pernyataan Kepala BKN, Zudan Arif Fakrulloh, yang menegaskan bahwa PPPK paruh waktu menjadi solusi strategis untuk memastikan tenaga honorer mendapatkan kepastian hukum sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Kebijakan ini juga didukung oleh Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) Nomor 16 Tahun 2025, yang mengatur mekanisme pengangkatan PPPK paruh waktu.

PPPK paruh waktu ditujukan bagi tenaga honorer yang terdaftar di database BKN sejak 2022, namun tidak lolos seleksi CPNS atau PPPK 2024, atau tidak mendapatkan formasi meski telah mengikuti seluruh tahapan seleksi. Kriteria ini mencakup honorer kategori R2 (terdaftar di database BKN, ikut seleksi PPPK 2024, tapi tidak mendapat formasi) dan R3 (terdaftar di database BKN, tapi tidak lolos seleksi PPPK 2024). Selain itu, honorer yang memiliki masa kerja minimal dua tahun atau diangkat setelah Oktober 2023 juga berpeluang diangkat, asalkan memenuhi persyaratan administrasi. Instansi pemerintah diwajibkan mengusulkan rincian kebutuhan PPPK paruh waktu kepada MenPAN RB, yang kemudian menetapkan alokasi formasi untuk setiap instansi.

Pengisian DRH merupakan tahap krusial sebelum penetapan NIP, yang menjadi identitas resmi pegawai ASN. Dokumen yang diperlukan untuk pengisian DRH meliputi pas foto dengan latar belakang sesuai ketentuan resmi, scan surat pernyataan bermaterai, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), surat keterangan sehat, dan surat bebas narkoba. Honorer diimbau untuk menyiapkan dokumen-dokumen ini sejak dini agar proses administrasi berjalan lancar. Menurut BKN, usulan NIP harus diajukan dalam waktu tujuh hari kerja setelah pengisian DRH selesai, dan NIP akan diterbitkan dalam waktu tujuh hari berikutnya. Proses ini diharapkan mempercepat pengangkatan honorer sebagai PPPK paruh waktu, dengan target seluruh honorer terakomodasi sebelum akhir 2025.

Namun, proses ini tidak berjalan tanpa hambatan. Banyak honorer, terutama kategori R2 dan R3, menyuarakan kekhawatiran atas ketiadaan surat edaran resmi dari BKN, yang menyebabkan pemerintah daerah (pemda) enggan memproses pengangkatan. Ketua Umum Guru dan Tenaga Kependidikan Nasional (GTKN), H Nasrullah Mukhtar, bahkan telah menyurati DPR Komisi II dan X, MenPAN RB, serta kepala daerah untuk mendesak percepatan pengisian DRH. “Tanpa surat resmi dari BKN, pemda ragu untuk memulai proses. Padahal, honorer sudah menanti kepastian status selama bertahun-tahun,” ujar Nasrullah. Desakan ini diperkuat oleh Asosiasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja Indonesia (APPPK), yang menyoroti urgensi penyelesaian status honorer sesuai amanat UU ASN, yang seharusnya tuntas pada Desember 2024.

PPPK paruh waktu menawarkan sejumlah keuntungan, meski berbeda dengan PPPK penuh waktu. Pegawai ini akan menerima gaji minimal setara dengan gaji honorer sebelumnya atau sesuai Upah Minimum Regional (UMR) daerah masing-masing, dengan jam kerja fleksibel minimal empat jam per hari. Contohnya, di Jawa Barat, gaji PPPK paruh waktu berkisar antara Rp2,2 juta hingga Rp5,6 juta, tergantung lokasi kerja. Selain itu, mereka berhak atas NIP, evaluasi kinerja triwulanan dan tahunan, serta peluang untuk beralih menjadi PPPK penuh waktu jika kinerjanya memenuhi syarat. Namun, PPPK paruh waktu tidak menerima tunjangan pensiun seperti ASN penuh waktu, dan gaji mereka bergantung pada ketersediaan anggaran daerah.

Kebijakan ini juga menuai kritik. Sejumlah honorer mengeluhkan kurangnya kejelasan jadwal dan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi mereka yang tidak terakomodasi. Efisiensi anggaran pemerintah pada 2025 turut memengaruhi nasib honorer, dengan beberapa daerah melaporkan rencana perumahan tenaga non-ASN. Meski demikian, dukungan dari DPR, khususnya Komisi II, memberikan harapan. Anggota Komisi II DPR, Mardani Ali Sera, berjanji mengajukan surat resmi ke MenPAN RB untuk mempercepat pengisian DRH, dengan target proses dimulai pada Maret 2025. Sementara itu, BKN terus mendorong pemda untuk segera mengusulkan kebutuhan PPPK paruh waktu guna memenuhi target pengangkatan Oktober 2025.

Dengan sekitar 1,7 juta tenaga honorer terdaftar di database BKN, kebijakan PPPK paruh waktu menjadi solusi sementara yang krusial. Skema ini tidak hanya memberikan kepastian status, tetapi juga fleksibilitas bagi honorer untuk menjalankan pekerjaan lain, meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka. Bagi honorer R2 dan R3, kesiapan dalam menyiapkan dokumen dan memantau perkembangan resmi dari BKN dan MenPAN RB menjadi kunci. Meski tantangan masih ada, komitmen pemerintah untuk menyelesaikan masalah honorer menjelang akhir 2025 memberikan secercah harapan bagi jutaan tenaga non-ASN di Indonesia.