Pakistan pada Selasa (13/5/2025) mengambil langkah signifikan dengan memulangkan seorang tentara India yang sebelumnya ditahan karena melintasi Garis Kontrol (Line of Control/LoC) di wilayah Kashmir yang disengketakan. Keputusan ini diumumkan oleh Kementerian Pertahanan Pakistan sebagai bagian dari upaya untuk meredakan ketegangan yang terus memanas antara kedua negara bersenjata nuklir tersebut. Selain itu, otoritas Pakistan secara terbuka mengakui bahwa 11 prajurit mereka tewas dalam pertempuran sengit di perbatasan selama eskalasi militer baru-baru ini.
Langkah pemulangan ini terjadi di tengah situasi yang masih tegang pasca-serangan India pada 7 Mei 2025, yang dikenal sebagai Operasi Sindoor. India melancarkan serangan rudal ke sembilan lokasi di wilayah Pakistan, termasuk Kashmir yang dikuasai Pakistan, sebagai respons terhadap aksi terorisme di Pahalgam, Jammu dan Kashmir pada 22 April 2025, yang menewaskan 26 wisatawan. Pakistan membalas serangan tersebut dengan operasi militer yang menargetkan pos-pos India di Kashmir, memicu baku tembak intens di sepanjang LoC.
Menurut laporan, tentara India yang dipulangkan, yang diidentifikasi sebagai Sepoy Rajesh Kumar, ditahan pada 8 Mei 2025 setelah secara tidak sengaja melintasi perbatasan selama operasi militer. Kumar diserahkan kepada otoritas India di pos pemeriksaan Chakan-da-Bagh di sektor Poonch, Jammu dan Kashmir, dalam sebuah upacara seremonial yang diawasi oleh kedua belah pihak. Juru bicara militer Pakistan, Letnan Jenderal Ahmed Sharif Chaudhry, menyatakan bahwa pemulangan ini merupakan "tindakan kemanusiaan" dan menegaskan komitmen Pakistan untuk menjaga dialog demi stabilitas regional.
Namun, pengakuan Pakistan bahwa 11 prajurit mereka tewas dalam konflik menambah kompleksitas situasi. Dalam sebuah pernyataan resmi, Kementerian Pertahanan Pakistan menyebutkan bahwa korban jiwa terjadi selama baku tembak di sektor Kupwara dan Rajouri pada 7-8 Mei 2025. Pakistan juga mengklaim telah menembak jatuh tiga jet tempur India, termasuk sebuah Rafale, serta beberapa drone selama pertempuran udara di wilayah Punjab dan Kashmir. Di sisi lain, India mengklaim telah menghancurkan "kamp-kamp teroris" dan menyebabkan lebih dari 70 militan tewas, meskipun Pakistan bersikeras bahwa serangan India menargetkan warga sipil, termasuk sebuah masjid di Muzaffarabad, yang menyebabkan 19 korban jiwa.
Konflik ini berakar dari ketegangan yang telah lama berlangsung antara India dan Pakistan, terutama di wilayah Kashmir yang terbagi sejak kemerdekaan kedua negara pada 1947. Insiden terorisme di Pahalgam, yang diklaim oleh kelompok The Resistance Front yang berbase di Pakistan, menjadi pemicu terbaru. India menuduh Pakistan mendukung kelompok teroris, sebuah tuduhan yang dibantah keras oleh Islamabad. Ketegangan meningkat ketika India menangguhkan Perjanjian Perairan Indus pada 23 April 2025, sebuah langkah yang oleh Pakistan dianggap sebagai "tindakan perang" karena dapat mengganggu pasokan air mereka.
Upaya mediasi internasional, khususnya oleh Amerika Serikat, telah menghasilkan gencatan senjata sementara yang diumumkan pada 10 Mei 2025. Namun, gencatan senjata ini dilanggar hanya dalam waktu kurang dari 24 jam, dengan kedua belah pihak saling menuduh melakukan serangan di perbatasan. Wakil Presiden AS JD Vance, yang memimpin mediasi, menyerukan dialog transparan antara New Delhi dan Islamabad untuk mencegah eskalasi lebih lanjut. Sementara itu, negara-negara seperti Iran dan China juga menawarkan diri sebagai mediator, menekankan pentingnya perdamaian di kawasan Asia Selatan.
Situasi di perbatasan tetap rawan, dengan laporan sporadis tentang pelanggaran gencatan senjata. Komunitas internasional terus memantau perkembangan ini, mengingat kedua negara memiliki senjata nuklir. Para analis memperingatkan bahwa eskalasi lebih lanjut dapat membawa konsekuensi bencana, tidak hanya bagi India dan Pakistan, tetapi juga bagi stabilitas global. Untuk saat ini, pemulangan tentara India dan pengakuan korban oleh Pakistan menjadi sinyal bahwa kedua belah pihak masih membuka ruang untuk diplomasi, meskipun jalan menuju de-eskalasi tetap penuh tantangan.