Penemuan fosil terbaru telah mengguncang pemahaman para ilmuwan tentang asal usul echidna, mamalia bertelur yang selama ini dianggap sebagai hewan darat. Sebuah studi yang diterbitkan pada April 2025 mengungkapkan bahwa nenek moyang echidna kemungkinan besar hidup di lingkungan air, mirip dengan platipus, sekitar 100 juta tahun lalu. Bukti fosil dari Australia menunjukkan bahwa echidna modern berevolusi dari mamalia semi-akuatik, menantang asumsi sebelumnya bahwa mereka berasal dari leluhur yang sepenuhnya terrestrial.
Penelitian yang dipimpin oleh tim dari Monash University dan Museum Victoria menganalisis fosil-fosil kuno dari Lightning Ridge, New South Wales, yang berusia sekitar 100 juta tahun. Fosil-fosil ini, termasuk sisa-sisa tengkorak dan tulang anggota gerak, menunjukkan adaptasi untuk kehidupan di air, seperti struktur tulang yang mendukung gerakan renang dan moncong yang mirip dengan platipus modern. “Temuan ini benar-benar mengejutkan. Kami selalu menganggap echidna sebagai hewan darat yang unik, tetapi bukti menunjukkan bahwa leluhur mereka mungkin berenang di sungai-sungai purba,” ujar Dr. Timothy Rowe, salah satu peneliti utama, seperti dikutip dari The Conversation.
Echidna dan platipus adalah bagian dari kelompok monotremata, mamalia bertelur yang merupakan salah satu cabang tertua dalam evolusi mamalia. Sebelumnya, para ilmuwan berhipotesis bahwa monotremata berevolusi di darat, dengan platipus sebagai pengecualian yang beradaptasi kembali ke lingkungan air. Namun, fosil baru ini menunjukkan bahwa nenek moyang bersama echidna dan platipus kemungkinan adalah hewan semi-akuatik yang hidup di ekosistem sungai pada periode Kapur. Adaptasi akuatik ini terlihat dari bentuk tulang lengan yang menyerupai sirip dan rahang yang dioptimalkan untuk mencari makanan di air.
Penemuan ini juga didukung oleh analisis filogenetik yang menelusuri hubungan evolusi antara monotremata dan mamalia lain. Studi tersebut menemukan bahwa echidna modern mempertahankan beberapa karakteristik leluhur akuatik, seperti indra elektroresepsi yang digunakan untuk mendeteksi mangsa di lingkungan berlumpur, meskipun fitur ini lebih menonjol pada platipus. “Echidna mungkin telah beralih ke gaya hidup darat untuk menghindari persaingan dengan platipus di lingkungan air,” jelas Dr. Kris Helgen dari Australian Museum, yang turut berkontribusi dalam penelitian.
Temuan ini memicu diskusi luas di kalangan paleontolog, dengan beberapa postingan di platform X mencerminkan antusiasme publik. Seorang pengguna menulis, “Siapa sangka echidna punya akar di air? Ini seperti menemukan bahwa kucing berasal dari ikan!” Meski begitu, para peneliti menegaskan bahwa transisi dari akuatik ke terrestrial pada echidna adalah proses evolusi yang kompleks, dipengaruhi oleh perubahan lingkungan selama jutaan tahun. Fosil-fosil ini memberikan wawasan baru tentang bagaimana mamalia purba beradaptasi dengan lingkungan yang beragam di Australia, yang dulu dipenuhi sungai dan danau.
Penelitian ini juga menyoroti pentingnya situs fosil Lightning Ridge, yang kini dianggap sebagai salah satu lokasi paleontologi terpenting di dunia. Selain monotremata, situs ini telah menghasilkan fosil dinosaurus, reptil laut, dan mamalia awal lainnya, memberikan gambaran tentang ekosistem Kapur yang kaya. Pemerintah Australia kini mendorong pendanaan lebih lanjut untuk penggalian di wilayah tersebut, dengan harapan menemukan lebih banyak petunjuk tentang evolusi mamalia unik di benua ini.
Dengan temuan ini, pemahaman kita tentang evolusi echidna berubah drastis. Dari hewan darat yang ikonik, echidna kini terhubung dengan warisan akuatik yang tak terduga, memperkuat hubungan evolusinya dengan platipus. Penelitian ini tidak hanya mengungkap asal usul echidna, tetapi juga menegaskan bahwa evolusi sering kali penuh dengan kejutan yang menantang asumsi kita.